Mutiara Kehidupan Para Tabi’in: Amir Bin AbduLLAH At-Tamimi
1/2/2006 | 1 Muharram 1427 H | 3.765 views
Oleh: Aba AbduLLAAH Berkata Alqamah bin Muriid (ulama Nejd): “Zuhud berakhir pada 8 orang, yang paling utama diantara mereka adalah Amir bin AbduLLAH…”Ia dilahirkan pada masa khalifah Umar ra di kota Bashrah, yaitu kota yang menjadi pos penyerangan kaum muslimin terhadap orang-orang Persia, untuk menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatuLLAH di bumi.
Amir bin AbduLLAH at Tamimi al Anbari rahimahuLLAH adalah seorang yang berbadan tegap, panjang janggutnya, wajahnya bercahaya (karena amat sangat banyak beribadah), suci akhlaqnya dan dibesarkan dari sejak kecil dalam ketaqwaan kepada ALLAH SWT.
Ketika ia berangkat dewasa, ia senantiasa ikut dalam peperangan yang dilakukan oleh para sahabat ra, kendatipun demikian ia tidak pernah bernafsu terhadap ghanimah (harta rampasan perang) berupa emas dan permata yang didapatkannya, ia sangat zuhud terhadap dunia dan berjihad semata-mata mengharap ridha ALLAH dan ia sangat memimpikan dapat terbunuh sebagai syahid.
Pemimpin Bashrah saat itu adalah seorang sahabat yang terkenal, Abu Musa al-Asy’ariy ra yang selalu memimpin langsung pertempuran-pertempuran kaum muslimin, maka Amir selalu mengikuti Abu Musa dan tak pernah jauh dari beliau. Setiap hari ia membagi waktunya menjadi 3 bagian: Mengajar Islam di mesjid Bashrah, berkhalwat (menyendiri) di malam hari untuk bersujud dan berjihad fi sabiliLLAH dengan pedangnya. Sehingga ia digelari: ‘Abidil Bashrah wa zaahidihaa… (Ahli Ibadah dan Ahli Zuhud dari Bashrah).
Pada setiap malam dalam peperangannya, saat para pasukan telah terlelap, ia selalu menyendiri shalat lalu dengan berlinangan airmata ia merintih: “ILAHI ENGKAU telah menciptakanku dengan ketentuan-MU… Dan telah KAU tempatkan aku dalam cobaan dunia ini… Lalu KAU katakan dalam firman-MU: Bersabarlah! Maka bagaimana aku dapat bersabar dari kelembutan-MU… ILAHI ENGKAU Maha Mengetahui, jika seluruh dunia ini ada yang memintanya dariku niscaya akan kuberikan seluruhnya… Duhai betapa aku cinta kepada-MU, maka mudahkanlah aku dari musibah yang menimpaku ini, relakan aku atas qadha’-MU, sungguh aku tak peduli dengan yang lain wahai Kekasih, selain cinta-MU pada-KU…”
Lalu ia terus shalat dan berdoa sampai Shubuh, lalu ketika hampir Shubuh ia berdoa lagi: “ILAHI, shubuh telah tiba, dan orang-orang telah mulai bangun untuk mencari rizqi-MU, dan tiap mereka berhajat kepada-MU… Adapun hajat Amir kepada-MU hanyalah ampunan-MU… Ya ALLAH, kabulkanlah hajatku dan hajat mereka… ILAHI hanya satu hajatku yang KAU tolak, yaitu agar KAU lepaskan rasa kantuk dariku siang dan malam selamanya, agar aku dapat beribadah kepada-MU sebagaimana cintaku kepada-MU…”
Ia adalah benar-benar bagaikan ‘Ubbadun bil Lail wa Fursanun bin Nahar… (Ahli Ibadah di malam hari karena banyaknya beribadah dan menangis dan penunggang kuda di siang hari sebab selalu terdepan di medan jihad). Ia selalu berpesan pada teman-temannya di medan jihad: “Aku minta pada kalian 3 permintaan dan jangan kalian tolak, pertama aku ingin menjadi pelayan kalian yang menyediakan semua kebutuhan kalian, kedua aku ingin terus menjadi mu’azzin kalian setiap waktu shalat, dan ketiga aku ingin menafkahi semua kebutuhan kalian dengan uangku semampuku.”
Ketika kaum muslimin berhasil mengalahkan kerajaan Persia maka berlimpahlah berbagai harta yang tak ternilai seperti mahkota-mahkota dan perhiasan dari emas dan berlian yang sangat indah dan mahal ke tangan kaum muslimin yang sangat miskin saat itu. Amir bin AbduLLAH adalah orang pertama yang berhasil membuka gudang penyimpanan harta Maharaja Persia, lalu dibawanya semua itu kepada panglimanya Qa’qa bin Amru sambil berkata: “Inilah semua simpanan kekayaan raja-raja Persia yang terbaik.” Maka Qa’qa memandangnya seakan tak percaya, maka kata Amir : “Demi ALLAH, semuanya ini tak berharga bagiku walaupun seujung kukuku ini.”
Walaupun ia adalah seorang mujahid yang selalu bertempur melawan berbagai pasukan kuffar, tetapi ia sangat pengasih dan penyantun. Pernah suatu ketika ia melihat seorang Ahlu Dzimmah (orang kafir yang tunduk pada peraturan negara Islam) yang dianiaya, maka ditamparnya orang yang menganiaya itu, sehingga iapun dikeroyok beramai-ramai dan dicekik lehernya, sambil terengah-engah menahan mereka ia berkata: “WALLAHI! Jangan sekali-kali berani mengusik Dzimmah ar-Rasul selama aku masih hidup…”
Sebagai seorang yang sangat zuhud ia senantiasa berpesan agar jangan sekali-kali mendekati pintu para penguasa, karena hal itu ia difitnah oleh para penjilat penguasa sehingga mengakibatkannya diusir oleh khalifah agar ia pindah ke Syam (sekarang Suriah dan Yordania). Sekalipun demikian ia tidak pernah marah, bahkan ia selalu berdoa: “ALLAHumma, siapapun yang telah mendustakan aku dan menyebabkan keluarnya aku dari kota ini dan memisahkanku dari sahabat-sahabatku telah kumaafkan. Maka berilah mereka ‘afiah (keselamatan) di dunia dan akhirat mereka, dan matikanlah kami dalam ampunan, rahmat dan ‘afwah-MU…”
Ia sering menangis tiba-tiba, sambil mengulang kata-katanya: “Aku takut akan menyesal, pada hari dimana tidak berguna lagi harta dan anak-anak, kecuali orang yang datang kepada ALLAH dengan hati yang selamat…”
Amir bin AbduLLAH at-Tamimi wafat di bumi kiblat pertama kaum muslimin Palestina. Ketika akan wafat ia berkata sambil berlinangan airmata: “Alangkah panjangnya jalan dan alangkah sedikitnya bekal…” Semoga ALLAH SWT merahmatinya, amiin…
Disarikan dari kitab : SUAR MIN HAYATI TABI’IN (DR AbduRRAHMAN Rif’at Basya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar