Minggu, 05 Februari 2012

Kejayaan Dalam Menyampaikan Risalah dan Amanah (Kisah Ashabul Ukhdud)

Serial Fiqh Kemenangan dan Kejayaan Dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah (3): Macam-macam Kejayaan; Kejayaan Dalam Menyampaikan Risalah dan Amanah (Kisah Ashabul Ukhdud)

15/4/2008 | 8 Rabbi al-Thanni 1429 H | 2.310 views
Oleh: DR. Ali Muhammad As-Slaaby
Kirim Print
Penterjemah: Abu Ahmad
______
Kisah seorang pemuda yang berhadapan dengan raja kafir merupakan kisah yang nyata akan pertolomgam Allah SWT terhadap para duat dalam menyampaikan risalah dan menunaikan amanah.
Rasulullah saw bersabda: “Umat sebelum kalian, dikisahkan ada seorang raja yang memiliki tukang sihir, ketika tukang sihir lanjut usia, dirinya berkata kepada sang raja : sesungguhnya saya telah lanjut usia dan akan datang ajalku, maka berikanlah kepada saya seorang anak muda agar aku dapat mengajarkan dan mewariskan sihirku, maka diberikanlah kepadanya anak muda dan kemudian diajarkan ilmu sihir, namun antara anak muda dan penyihir ada seorang rahib sehingga anak muda tersebut mendatanginya dan mendengarkan ucapannya yang menakjubkan, disaat anak muda mendatangi tukang sihir selalu dipukul, lalu sang rahibpun bertanya : ada apa dengan dirimu? Akhirnya diapun mengadukan peristiwa yang dialaminya kepada sang rahib, lalu dia berkata : jika penyihir ingin memukulmu maka katakanlah : aku telah terkurung oleh keluargaku, dan jika keluargamu ingin memukulmu maka katakanlah : aku telah terkurung oleh penyihir.
Dan suatu ketika, pada suatu perjalanan dia melihat binatang (beruang) besar yang menakutkan yang telah mengurung sekelompok manusia sehingga mereka tidak mampu keluar darinya, diapun berkata : pada hari ini aku ingin melihat apakah yang diajarkan oleh rahib atau yang diajarkan penyihir yang lebih aku cintai, lalu diapun mengambil batu dan melemparkannya ke binatang tersebut sambil berkata : “Ya Allah jika ajaran yang diberikan oleh sang rahib yang Engkau ridloi dan cintai daripada ajaran penyihir maka bunuhlah binatang tersebut hingga manusia dapat bebas darinya! Lalu diapun melemparkan batu tersebut dan berhasil terbunuh, sehingga manusia pun dapat melewatinya. Dan peristiwa tersebut diberitakan kepada sang rahib, lalu dia berkata : wahai anakku engkau lebih utama dariku, dan engkau kelak akan menghadapi suatu cobaan, dan jika engkau menghadapi cobaan janganlah sebut namaku; sang anak muda tersebut memiliki keahlian dapat menyembuhkan penyakit buta dan kusta dan segala penyakit lainnya atas izin Allah.
Suatu ketika saudaranya raja mengalami buta, dan ketika mendengar akan pemuda yang dapat menyembuhkan penyakit maka diminta untuk mendatanginya dan akan diberikan banyak hadiah, lalu berkata : obatilah aku, dia berkata : saya tidak bisa menyembuhkan penyakit apapun, namun yang menyembuhkan adalah Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung, jika anda beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada Allah untuk kesembuhanmu, maka diapun beriman dan mendoakannya lalu sembuh dari penyakit buta, kemudian dia datang kepada sang raja dan duduk bersamanya, lalu rajapun berkata kepada orang tersebut : Wahai fulan siapa yang mengembalikan penglihatanmu? Diapun berkata : Tuhanku. Rajapun berkata : Saya? Dia berkata : Bukan, tapi Tuhanku dan Tuhanmu juga. Raja berkata: apakah kamu punya Tuhan selainku? Dia berkata : Ya, Tuhan saya adalah Allah dan Tuhan anda juga Allah. Akhirnya rajapun menyiksanya sehingga dia menyebutkan anak muda yang mengajarinya. Lalu dipanggillah anak muda tersebut. Rajapun berkata : Wahai anakku, dari sihirmu kamu dapat menyembuhkan penyakit buta dan kusta dan penyakit lainnya? Diapun berkata: Aku sama sekali tidak dapat menyembuhkan namun yang menyembuhkan adalah Allah. Raja berkata : Aku? Dia berkata : bukan. Raja berkata: apakah kamu mempunyai Tuhan selainku? Dia berkata: Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, lalu Rajapun menyiksanya dan terus menyiksanya sehingga dia menunjukkan tempat sang rahib, maka rahibpun dipanggilnya. Raja berkata : Kembalilah pada agamamu yang lama! Namun rahib tidak mengabulkannya sehingga dirinya disiksa dengan gergaji besi dikepalanya sehingga dirinya terbelah menjadi dua.
Dan kemudian raja berkata kepada anak muda: kembalilah pada agamamu! diapun menolaknya sehingga dirinya dibawa kegunung ini dan ini, raja berkata kepada pasukannya : jika kalian telah sampai dan anak muda kembali pada agamanya maka kembalilah. Namun jika tidak, maka lemparkanlah ke dalam jurang! Kemudian mereka pergi dan ketika sampai ke puncak gunung. Anak muda itu berkata : “Ya Allah selamatkanlah diriku dari mereka sesuai Kehendak-Mu, maka gunungpun mengeluarkan angin yang kencang sehingga mereka terbawa oleh angin dan terjerumus kedalam jurang, namun anak muda tersebut selamat dan mendapati dirinya tidak luka. Lalu beliau datang lagi kepada raja. Rajapun berkata : apa yang telah dilakukan oleh sahabatmu. Dia berkata : Allah telah telah menyelematkanku dari mereka. Rajapun marah dan menyuruh pasukan yang lain untuk membawanya ke tengah lautan. Raja berkata : kalian harus membawanya ke tengah lautan hingga dia mau kembali kepada agama lama, namun jika tidak mau maka tenggelamkanlah, maka merekapun mengarungi lautan, lalu anak muda tersebut berkata : Ya Allah selamatkanlah aku dari mereka dengan apa yang Engkau Kehendaki! Maka merekapun akhirnya tenggelam kecuali anak muda tersebut. Lalu anak muda itupun kembali lagi kepada raja. Rajapun berkata : apa yang dilakukan sahabat-sahabatmu? Allah telah menyelamatkan aku dari mereka. Kemudian pemuda itu berkata kepada raja: engkau tidak akan mampu membunuhku hingga engkau mau melakukan apa yang aku perintahkan, maka jika engkau melakukan apa yang aku perintahkan maka engkau pasti dapat membunuhku, jika tidak maka engkau tidak akan membunuhku. Raja berkata : apa perintahmu? Raja berkata : Engkau kumpulkan manusia dalam satu tempat dan engkau salib aku pada tiang, kemudian lemparkan panah kepadaku sambil berkata : Dengan nama Allah Tuhan anak muda, jika engkau melakukannya maka engkau akan dapat membunuhku, maka rajapun melakukannya dan meletakkan panah kemudian melemparkannya sambil berkata : Dengan nama Allah Tuhan anak muda, maka panahpun jatuh dekat dengan dirinya lalu anak muda itu meletakkan tangannya ketempat panah kemudian mati, seketika itu pula orang-orang yang hadir berkata : Kami beriman kepada Tuhan anak muda itu.
Maka dikatakan kepada raja : tahukah anda apa yang anda takutkan? Sungguh apa yang telah anda lakukan membuat manusia seluruhnya telah beriman kepada Allah, maka rajapun memerintahkan untuk mengumpulkan besi yang didalamnya ada parit, kemudian besi tersebut dibakar, kemudian raja berkata : barangsiapa yang kembali kepada agamanya maka biarkan dia hidup, jika tidak maka masukkan mereka ke dalam api.
Lalu Rasul bersabda : mereka ada yang kembali dan ada pula yang bertahan, dan diantara mereka ada seorang wanita membawa anak yang sedang menyusu, namun sang ibu tidak tega membawa anaknya ke dalam api, hingga sang bayi berkata kepadanya : “Bersabarlah ibuku, karena engkau berada dalam kebenaran”. [1]
sang pemuda telah mendapatkan kemenangan dengan aqidahnya dihadapan sang raja yang dzalim, manhaj rabbaninya telah kokoh di dalam jiwa umat manusia yang berada di bawah kekuasaan raja yang musyrik dan kejam, mereka teguh dalam aqidah dan berkorban dengan jiwa demi mempertahankan keimanan, sehingga umat memahami salah satu nilai dari nilai-nilai kemenangan.
Sayyid Qutb berkata : “Secara kasat mata tampak para pelaku kedzaliman mendapatkan kemenangan dan mampu mengalahkan keimanan, padahal keimanan yang telah mencapai puncaknya dalam tubuh dan jiwa kelompok yang baik, mulia, teguh nan tinggi, tidak ada bandingan dan persamaannya dalam perang yang terjadi antara keimanan dan kedzaliman.
Secara kasat mata tampak penghabisan yang mengenaskan dan menyakitkan, namun Al-Qur’an mengajarkan sesuatu yang lain, menyingkap hakikat yang berbeda. Bahwa kehidupan dan berbagai hal yang menyelimutinya dari kenikmatan dan kesedihan, kecintaan dan keharaman bukan nilai terbesar dalam timbangan, bukan pula sebagai barang yang terhitung sebagai keuntungan dan kerugian, karena kemenangan tidak terbatas pada kemenangan yang nyata. Karena itu kisah diatas merupakan salah satu gambaran dari berbagai gambaran kemenangan yang banyak.
Bahwa setiap manusia pasti akan mati, dan penyebab kematiannya berbeda-beda, namun sebagian manusia ada yang tidak mendapatkan kemenangan, tidak mendapatkan derajat yang tinggi, tidak medapatkan kemerdekaan bahkan tidak mampu bergerak mencapai puncak kemuliaan kecuali atas izin Alah dan kehendak-Nya terhadap satu kelompok yang mulia dari hamba-hamba-Nya.
Manusia seluruhnya akan mati namun masing-masing mereka ada perbedaan dalam menggapai kemuliaan, karena kemuliaan ada ditangan Allah.
Dalam kehidupan manusia jika kita mau melihatnya dari generasi ke generasi, maka akan kita dapatkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk dapat selamat dalam kehidupan mereka dari kekalahan karena keimanan mereka, namun betapa banyak orang yang mengalami kerugian dan betapa banyak umat manusia yang mangalami kesengsaraan.
Betapa banyak mereka mengalami kerugian karena mereka telah membunuh nilai yang besar ini, makna kehidupan tanpa akidah, kehidupan tanpa kebebasan, bahkan mereka kehilangan nilai-nilai sehingga para oelaku kedzaliman mampu mengalahkan ruh-ruh mereka setelah terlebih dahulu menguasai fisik mereka.
Allah berfirman : “Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan Karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Al-Buruj:8) hakikat yang harus direnungi oleh orang yang beriman yang menyeru kepada Allah disetiap tempat dan generasi.
Bahwa pertempuran antara orang-orang beriman dan musuh-musuhnya adalah merupakan perang akidah, bukan karena yang lain. Bahwa musuh-musuh tidak akan dendam kecuali karena keimanan, dan tidak membenci mereka kecuali karena akidah yang terpatri dalam lubuk hati mereka. [2]
Bagi siapa yang merenungi kisah pemuda diatas, maka akan diperoleh pelajaran, bahwa sang pemuda telah mendapatkan kemenangan karena akidah dan manhajnya, begitupun sang rahib yang begitu teguh mempertahankan prinsip akidahnya sekalipun jiwanya terancam dan menjadi korban serta hancur, adapun orang yang buta telah mendapatkan dua kemenangan, kemenangan saat berada dalam kekuasaan dan hidup dilingkungan raja, memiliki jabatan dan kekuasaan, dan kemenangan kedua saat dirinya berlepas dari kekufuran menuju akidah dan iman.
Sang rahib dan orang yang buta telah mendapatkan kekekalan akan nilai-nilai yang agung dan kemenangan yang hakiki, jauh dari takwil dan tafsir bebas yang menutupi banyak orang karena kelemahan mereka dan tertutup oleh tirai yang mengitari mereka dengan alasan mereka telah melakukan itu semua untuk agama.
sang pemudapun cerdik dan cerdas, disaat dirinya memiliki kesempatan yang besar dalam menyebarkan risalah Tuhannya, diambilnya kesempatan tersebut dengan baik dan merealisasikan nilai-nilai agung dalam pemahaman nasr dan kejayaan.
sang pemuda dengan pemahamannya yang kuat, daya pandangannya yang jauh ke depan dan menggunakan berbagai cara untuk memenangkan agama dan aqidahnya, serta mengeluarkan umatnya dari kesesatan menuju hidayah, dari kekufuran menuju keimanan, mendapatkan kemenangan saat dirinya sepakat mengambil keputusan ketimbang lari dari kenyataan, melewati berbagai ringtangan, mengalahkan hawa nafsu, kenikmatan dan kesenangan hidup di dunia. Mendapatkan kemenangan atas raja yang dzalim dan arogan, yang telah Allah butakan mata hatinya, sehingga membakar kerajaan melalui tangannya, yang buta bukanlah matanya namun yang buta adalah hati yang ada di dalam dada. Pemuda yang cerdas ketika mengatur untuk menghancurkan raja yang kafir dan mengatur jalan mendapatkan syahadah di jalan Allah SWT.
Sungguh kemenangan yang mulia dalam peperangan antara kufur dan keimanan guna mempertahankan akidah, dirinya telah mengorbankan diri di jalan Allah hingga dengan cara itu seluruh umat berbondong beriman kepada Tuhan pemuda tersebut. sungguh hal tersebut merupakan konsep yang jeli, eksekusi yang cerdas, ide yang bersih dan kemenangan dan kesuksesan yang menakjubkan.
sang pemuda mendapatkan kemenangannya saat dirinya dijadikan oleh Allah sebagai tauladan oleh umat setelahnya, selalu diingat dan dikenang dengan baik dihadapan lisan orang-orang yang beriman, dan Allah juga menjadikannya sebagai lisan kebenaran dan kejujuran untuk umat setelahnya. Kemenangan yang telah berdatangan dan sampai hingga akarnya saat seluruh umat beralih kepada agama yang hak dan menuju Tuhan sang pemuda, mereka beriman kepada Allah yang Maha Esa, kufur terhadap thagut, sehingga memuncak rasa gila sang raja, hilang akalnya kemudian menggunakan segala cara dan upaya melakukan teror dan penyiksaan, guna mempertahankan dan melanggengkan kewibawaan dan kekuasaannya serta untuk memperbudak manusia untuknya.
Karena itulah sang raja yang dzalim membuat parit yang diisi dengan api membara, lalu menyuruh para tentaranya dan pasukannya untuk menceburkan mereka yang beriman. Namun dari itu semua secara mengejutkan, walaupun yang lemah tetap lemah, lari orang yang ingin lari. Jika telah kita dapatkan langkah dan keberanian, hal itulah yang mendorong ke dalam api neraka dan itu tidak asing, karena iman yang merasuk dalam jiwa mereka mampu membangkitkan keberanian dan keteguhan, mereka telah mendapatkan inspirasi dari sang pemuda, seakan mereka telah mendapatkan kenikmatan dalam mengorbankan ruh dan jiwa mereka dalam mempertahankan akidah dan agama mereka.
Iman yang hakiki menjadikan umat yang asing dan beriman mampu menghancurkan kedzaliman yang berkepanjangan dalam hidup mereka, tahun-tahun panjang yang memperbudak mereka oleh penguasa dzalim, walaupun waktu yang pendek yang diiringi dengan keimanan yang terpatri dalam jiwa dan pengetahuan akan hakikat manhaj rabbani seperti halnya yang diimani oleh umat yang sejahtera dengan beriman kepada Tuhan pemuda tersebut, seakan mereka mengenal manhaj dan hidup di dalamnya sebagaimana yang dialami oleh sang rahib sepanjang hayatnya, atau terbina sebagaimana terbinanya sang pemuda oleh sang rahib.
Hakikat keimanan ketika bercampur dengan kejernihan hati dan merasuk dalam ruh akan menghasilkan sesuatu yang menakjubkan. kemenangan yang diraih umat yang beriman kepada Tuhan pemuda adalah kemenangan bersama yang membawa berkah menunjukkan akan kesucian aqidah, kejelasan manhaj, kebersihan jalan dan kefahaman hakikat kemenangan.
Kita tidak akan mendapatkan dalam Al-Quran dan As-sunnah yang menyebutkan kemenangna kedzaliman, bagaimana akhir dari kehidupan mereka di dunia, dan segala puji bagi Allah yang memiliki hikmah yang telah menyembunyikan hakikat tersebut kepada kita. [3].
Memang, terdapat pula dalam akhir kisah mereka seruan kepada mereka dan peringatan: “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan Kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (Al-Buruj : 10)
Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Lihatlah akan kemuliaan dan kedermawanan ini. mereka telah membunuh para wali Allah, namun Allah tetap menyeru mereka untuk bertaubat dan mohon ampun”. [5]
Bahwa akhir dari peristiwa ini menyiratkan makna akan makna-makna kemenangan, siapa yang mendapatkan kemenangan? yang telah menolong akidah dan agama Tuhannya, namun dibakar selama beberapa menit, kemudian berpindah pada surga yang penuh dengan kenikmatan, atau demikian yang memberikan kenikmatan beberapa hari di dunia kemudian tempat kembalinya –jika tidak mau bertaubat- adalah azab jahannam dan azab yang membakar?
Apakah ada bandingannya dari api yang membakar pertama dan api yang membakar kedua??… Api yang membakar di dunia dan api yang membakar di akhirat? sungguh yang demikian adalah perpindahan yang sangat jauh, orang-orang yang beriman yang terbakar di dunia, maka mereka mendapatkan “Ganjaran di surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai” (Al-BUruj : 11) diberitahukan hasil yang tidak diragukan dan diperdebatkan : “Demikianlah ganjaran yang besar”. bukankah yang demikian adalah kemenangan? ini adalah di alam akhirat, adapun di dunia manhajnya telah terpatri dalam hati manusia yang tampak secara jelas.
___________________________________________
[1] Muslim, kitab Zuhud wa raqaiq, bab ashabul ukhdud, no 3005, jil. 3 hal. 2299
[2] Lihat: Ma’alim fi Thariq, fasal; hadza huwa thariq, hal. 173
[3] Lihat: Hakikat Intishar, hal. 13-14
[4] Tafsir Ibnu Katsir, jil. 4, hal. 496

Tidak ada komentar:

Posting Komentar