Minggu, 05 Februari 2012

Syari’at Beramal Jama’i (Bagian Ke-3)

Syari’at Beramal Jama’i (Bagian Ke-3)

21/1/2008 | 11 Muharram 1429 H | 3.546 views
Oleh: Al-Ikhwan.net
Kirim Print
Kaidah-Kaidah Syariah:
1. Media dan sarana yang menjadi prasyarat utama mencapai sebuah tujuan, hukumnya adalah wajib sebagaimana kewajibannya tujuan itu, yakni: “Sesuatu yang tidak akan sempurna sebuah kewajiban melainkan dengannya maka hukumnya adalah wajib”. Dan seperti diketahui bangkit menegakkan tanggung jawab agama, melaksanakan hukum dan merealisasikan batasan-batasannya adalah kewajiban pasti yang harus diemban oleh ummat.
Firman Allah: “laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah tangan dari keduanya”. Firman Allah: “Wanita yang berzina dan laki-laki yang berzina, cambuklah setiap keduanya dengan seratus kali cambukan”. Firman Allah: “Diwajibkan atas kalian Qishash dalam pembunuhan”. “Dan dalam qishash terdapat kehidupan bagi kalian”. Dan ayat-ayat yang lain yang memiliki karakter beban kewajiban yang tidak akan mungkin dilakukan oleh individu, akan tetapi merupakan kewajiban pemerintah Islam, hanyalah dengan upaya bersama, berhimpunnya beragam potensi serta solidnya barisan kewajiban itu akan mampu direalisasikan.
2. Qiyaas Al Aula
Apabila penegasan berjamaah begitu kuat dalam sebagian nilai-nilai syariat yang sah pelaksanaannya secara pribadi, maka nilai penegasannya semakin kuat dan bertambah besar pada hal-hal yang tidak akan terlaksana melainkan dengan upaya bersama seperti jihad, ilmu, tarbiyah dan menegakkan pemerintahan.
Konsekwensi Realitas Kehidupan
Kita melihat, seseorang amat lemah dalam kesendiriannya dan menjadi kuat bersama sahabatnya, sedikit dengan sendiri dan banyak bersama rekannya. Maka dari itu, dikatakan: “Keruhnya sebuah jamaah dan bukan bersihnya diri pribadi”, sebuah usaha pribadi betapapun dibangun di atas dasar keikhlasan yang tinggi, semangat kesadaran dan kejujuran dalam beramal, tidak akan mampu bangkit menegakkan beban dan kewajiban agama untuk meraih tujuan yang diinginkannya, karena lemahnya media dan sarana, pendeknya jangkauan pandangan, sedikitnya potensi dan daya tahan untuk mengemban tugas yang agung dan begitu berat. Adapun upaya bersama, maka ia akan selalu menghimpun berbagai potensi dan beragam kemampuan.
Beramal jama’i adalah media mengikis kerendahan diri dan menampakkan penyakit hati sehingga dapat diobati dan diperbaiki:
Suatu hari aku melihat tanah liat di dalam kamar mandi, dengan segenggam cinta ia menghiasi dan menebar aroma.
Aku berkata misikkah itu ataukah parfum, sungguh kecintaan telah menjadikanku tertambat.
Tanah liat menjawab sungguh aku hanyalah seonggok pasir, aku berteman dengan mawar lalu menjadikanku dimuliakan.
Aku bergaul orang-orang mulia dan bertambahlah ilmu, demikianlah siapa yang bersahabat para ulama akan dimuliakan.

Adalah sebagian ulama salaf berkata: “Sesungguhnya salah seorang di antaranya kami bertemu dengan saudaranya, maka dengan melihatnya menjadikan berakal beberapa hari”.
Segolongan kaum salaf pergi ke hadapan seorang yang shaleh untuk melihat kemuliaan dan petunjuknya, bukan mencari ilmunya. Sebab buah dari ilmu adalah kemuliaan dan petunjuk, dengan itu hati kembali bersinar, ruh kembali hidup, jiwa kembali bangkit dan semangat kembali membara, mengalir membentuk energi tekad dan kemauan. Sebagaimana Nabighah bani Ja’dah berkata:
Kemuliaan dan keagungan kami telah menggapai langit, dan kami berharap akan meraih yang lebih tinggi dari itu.
Amal jamai penuh dengan semburat nilai dan pelajaran serta bekal pengalaman berharga guna meretas halangan dan menghalau rintangan. Amal jama’i adalah ladang ragam keshalehan dan amal kebaikan, ia menyimpan segudang nikmat dan balasan pahala yang tak terkira, menolong yang membutuhkan, mencari sesuatu yang hilang, menjenguk yang sakit, melepaskan yang tertimpa kesulitan, memenuhi undangan, menunjukkan jalan yang sedang kebingungan, mengingatkan yang lupa, mengajarkan kepada yang bodoh, memberikan petunjuk yang tersesat, menghibur yang tertimpa bencana dan lain-lain
Aku akan berterima kasih kepada Umar, jika ajalku tertambat
Tangan-tangan yang belum terbalas betapapun ia selalu memberi
Seorang pemuda yang kekayaannya tidak menghalangi rekan dan sahabatnya
Tidak pula mengeluh tatkala kaki terpeleset
Ia melihat sarung pedangku pada tempat yang tak tampak
Hingga tampak karena keletihan kedua matanya.
Abu bakar As shiddiq mengungkapkan kepada saudaranya kaum Anshar yang telah menawarkan segala yang mereka miliki dan berkata: Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Demi Allah, perumpamaan kami dan kalian sebagaimana yang diungkapkan Thufail Al ghanawi:
Semoga Allah membalas Ja’far atas kami, yang telah menolong kaki-kaki terperosok dalam kubangan.
Mereka enggan membosankan kami, bahkan ibu kami sendiri jika menjumpai apa yang kami temui niscaya akan merasa bosan.
Pemilik harta begitu derma, dan yang lemah ditempatkan ke dalam kamar-kamar yang dingin dan teduh.

Jamaah adalah media bagi seseorang, yang akan memelihara kehormatan, menjaga darah dan membela kemuliaannya dari rongrongan musuh:
Jika kekuatan musuh mencengkeram pusat daerah kami, kami bangkit membela jatidiri dan sebagian gugur dari mereka dan dari kami.
Sunnah Pergulatan
Realitas membuktikan bahwa kekuatan musuh berhimpun dalam satu tujuan – betapapun perbedaan agama dan aliran mereka – yaitu upaya menghancurkan kekuatan Islam, satu kenyataan yang menuntut kebersamaan para pembela kebenaran bahu membahu menggalang persatuan untuk menghadang kekuatan dengan kekuatan yang lebih besar dari padanya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang dijalannya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. Abu Bakar pernah berpesan kepada Khalid: “Perangi mereka dengan apa yang mereka memerangimu, pedang dengan pedang, tombak dengan tombak dan panah dengan panah”, maka sulit akal akan menerima sebuah upaya bersama hanya dilawan dengan upaya pribadi yang tercerai-berai (jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar).

Sunnah Kehidupan Sosial

Berkumpul adalah bentuk ketetapan dalam alam semesta dan dalam kehidupan manusia, sebagai satu bentuk keragaman, keserasian dan keharmonisan. Setiap kelompok bertemu dan berhimpun untuk mewujudkan sesuatu yang telah difitrahkan, dan demikian semua tujuan hidup menjadi sempurna “Yang telah memberikan segala sesuatu ciptaannya lalu memberinya petunjuk”.
Indah sekali sebuah ungkapan seorang penyair:
Semut membangun sarangnya dengan kokohnya dan lebah membuat rumahnya dalam kebersamaan.
Burung-burung akan hidup dan berpindah ke habitatnya, binatang-binatang ternak dan melata akan selalu berada dalam lingkungannya dan ikan hanya akan bertahan hidup didalam air, dan demikianlah sekalian makhluk yang lain. Demikian halnya manusia, ia adalah makhluk sosial yang sangat tergantung dengan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehiudpanya.
Manusia dengan manusia lain dari desa hingga kota, sebagian mereka dengan sebagian yang lain adalah saling melayani.

“Hanya dengan kebersamaan, tolong-menolong dan bantu membantu kemaslahatan dunia dan akhirat akan sempurna, demi memperoleh kemanfaatan dan mencegah kemudharatan. Sebab itu, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial yang akan selalu berhimpun dan saling tergantung satu sama lain, demi mendatangkan manfaat dan mencegah kemudharatan dan iapun akan mentaati Yang memerintahkan kepada tujuan itu dan Yang melarang dari kerusakan-kerusakan itu”
[1]. Jikalau keberadaan jamaah adalah sebuah kemestian bagi kemaslahatan hidup dan kehidupan keturunan anak Adam di dunia, maka tuntutannya jauh lebih besar dalam rangka meraih kesuksesan di Akhirat.
Dan kaum mukminin di hadapan hukum Islam bukanlah individu-individu yang terpisah-pisah, akan tetapi sebuah komunitas yang satu, maka sudah sewajarnyalah perhimpunan hati disertai dengan bersatunya gerak dan kontribusi dalam mengemban beban-beban dakwah kepada Allah.
Karena itu, karakter dasar dalam perintah syariat selalu mengacu pada bentuk kebersamaan, seperti shalat berjamaah, shalat dua hari raya, Istisqa’ (meminta hujan), shalat khauf (dalam kondisi ketakutan), Shalat gerhana, shalat Jum’at tidak akan sempurna kecuali dengan berjamaah, puasa adalah bentuk ibadah bersama-sama, zakat adalah adalah bentuk solidaritas sosial dan haji merupakan pertemuan besar, jihad, memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar serta menghalau para pelaku kebatilan. Kesimpulannya bahwa dakwah secara umum tidak akan sempurna kecuali hanya dengan berjamaah.
___
Maraji’: Adhwa ‘Alal Ushul Isyriin (Dr. Isham Basyir), penterjemah: Abu Zaki Al Kalimantany

Tidak ada komentar:

Posting Komentar