Minggu, 05 Februari 2012

Sunnah-Sunnah Fithrah

Sunnah-Sunnah Fithrah

23/11/2005 | 20 Shawwal 1426 H | 4.884 views
Oleh: Aba AbduLLAAH
Kirim Print
Di antara hukum-hukum dalam fiqh thaharah (bersuci) yang seringkali belum diketahui dan banyak ditinggalkan oleh sebagian kaum muslimin adalah masalah-masalah sunnah fithrah, yaitu sunnah yang melekat pada dirinya sebagai manusia, sejak ia dilahirkan sampai dengan meninggal sebagai berikut:

1. BERKHITAN

Berkhitan merupakan salah satu sunnah. Diantara sunnah-sunnah Rasulullah SAW yang sangat ditekankan oleh beliau SAW (muakkadah) adalah berkhitan bagi laki-laki berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu:
Ikhtatana Ibrahimu khalilurrahman ba’da ma atat ‘alihi tsamanuna sanah, wakhtatana bil qadum.
Sementara para ulama membagi hukum berkhitan bagi laki-laki dan wanita sebagai berikut:
a. Bagi laki-laki, jumhur (mayoritas) ulama berpendapat wajib berkhitan, kecuali Imam Syafi’i dan asy-Syaukani yang menyatakan sunnah.
b. Bagi wanita, sebagian ulama menyatakannya mubah (boleh) karena hadits yang digunakan tentang berkhitan bagi wanita adalah dha’if, dan sebagian lagi menyatakannya sunnah karena kembali pada hukum asal keumuman hadits Bukhari.
2. MENCUKUR BULU KEMALUAN

Diantara bukti kesesuaian Islam dengan kesehatan adalah sunnah fithrah untuk mencukur bulu kemaluan. Secara ilmu kedokteran modern, diketahui bahwa daerah-daerah pada tubuh manusia yang menjadi sarang penyakit hendaknya senantiasa dibersihkan, diantaranya adalah mencukur bulu disekitar kemaluan baik bagi laki-laki maupun wanita, berdasarkan hadits Nabi SAW berikut:
“Lima hal yang termasuk sunnah fithrah: Mencukur bulu kemaluan, berkhitan, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.” (HR Jama’ah)
“Agar kesemuanya itu tidak melebihi 40 malam.” (HR Ahmad, Abu Daud, dll)
3. MENCABUT BULU KETIAK

Mencabut bulu ketiak juga merupakan sunnah fithrah yang sangat sesuai dengan kesehatan, karena dengan dibersihkannya bulu ketiak, maka daerah ketiak akan menjadi lebih kering dan sehat, dan mengurangi bau yang timbul karena meningkatnya kelembaban di daerah tersebut. Hadits yang menyebutkan mengenai sunnah ini diantaranya adalah hadits diatas.
4. MEMOTONG KUKU
Memotong kuku juga merupakan sunnah fithrah dan juga sangat sesuai dengan kesehatan. Kuku merupakan tempat bersarangnya kuman dan bakteri, sehingga penyakit cacingan diantara jalan masuknya adalah melalui bawah kuku. Hal lain adalah bahwa kuku yang panjang berbahaya bagi pelakunya karena dapat melukai anggota badan lainnya secara tidak sengaja dan dapat patah saat melakukan suatu pekerjaan sehingga membahayakan.
5. MEMENDEKKAN KUMIS DAN MEMANJANGKAN JENGGOT

Diantara sunnah fithrah lainnya adalah memendekkan kumis dan memanjangkan jenggot. Islam sangat membenci laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki. Oleh karena itu Islam menjaga agar ciri khas seorang lelaki dan seorang wanita tidak dihilangkan dan tetap dapat dibedakan satu dengan lainnya. Hadits beliau SAW:
“Berbedalah dengan orang-orang musyrik, panjangkan jenggot dan pendekkanlah kumis.” (HR Muttafaq ‘alaih)
6. MERAPIKAN/MENYISIR RAMBUT

Merapikan/menyisir dan meminyaki rambut merupakan salah satu sunnah fithrah yang diperintahkan oleh Nabi SAW. Islam membenci orang-orang yang berambut kotor dan kusut masai tidak dirawat. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud,
Sabda Nabi SAW: Barangsiapa yg memiliki rambut, maka hendaklah dirapikannya.
7. TIDAK MENCABUT UBAN

Sunnah fithrah yang terakhir adalah tidak boleh mencabuti uban.
Sabda Nabi SAW: “Janganlah kau cabut uban itu karena ia merupakan cahaya bagi muslim. Tak seorang muslimpun yg mendapat selembar uban dalam menegakkan Islam, kecuali Allah akan mencatatkan untuknya 1 kebaikan, meninggikan derajatnya 1 tingkat dan menghapus daripadanya 1 dosa” (HR Ahmad). “Tetapi boleh mencat/mewarnai uban tersebut” (HR Jama’ah), “tetapi tidak boleh mencatnya dengan warna hitam kalau sudah tua” (HR Jama’ah selain Bukhari dan Tirmidzi ttg Abu Quhafah).
Allahumma inni as’aluka hubbaka, wa hubba nabiyyuka …
MARAJI :

1. Jamal, I.M., 1986. Fiqih Wanita (hal.93-99). Asy-Syifa’. Semarang.
2. Sabiq, S., 1990. Fikih Sunnah (jilid-I, hal. 73-81). Al-Ma’arif. Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar